KOPI HITAM 1#

Masih tentang senja di pulau impian. Ah... ini lamunan panjang sembari membuka sosmed yang penuh umpatan rakyat kurang kerjaan. Mereka memang suka ngebully orang yang tak sepaham. Seterah... toh ini negara demokrasi. Hal penting yang harus aku selesaikan adalah mengirim beberapa tulisan, menghabiskan mochacino dan menikmati matahari tenggelam. Hmm... tempat ini memang nyaman... aku selalu mengambil kursi ini. Sudut kiri kafe dengan singnal wifi penuh. Beginilah mahasiswa.

Aku suka melihat postingan mesra di wall sosmed. Pasangan yang sedang marah-marah. Foto-foto selfie. Ini hanya keisengan mahasiswa kurang pede yang tak punya teman. "Pernah minum kopi hitam di kafe ini?" sebuah suara perempuan menyapa. Aku hanya membetulkan kaca mataku sambil memastikan siapa pemilik suara asing itu. "Belum" jawabku singkat,

"Sesekali kau harus coba... Itu menu khas kafe ini." Perempuan berambut lurus sebahu dengan syal biru ini sepertinya ingin mengajaku ngobrol.
"Ya.. Lain kali." "Oh mochacino."
Geram rasanya. Perempuan pemilik rambut lurus sebahu ini mengganggu ketenanganku menikmati sisa senja yang mulai beranjak petang. Aku hanya diam.

"Senja memang hanya beberapa saat setelah itu gelap. Hitam. Kelam. Bukankah sejak tiga hari yang lalu kau selalu menatap senja di kursi itu?"

Aku hanya tersenyum singkat untuk menghormatinya dan kembali menghadap layar laptopku.

Senja benar-benar berganti petang. Aku dan perempuan itu saling terdiam. dia dengan cangkir kopi di tanganya dan aku dengan laptopku sesekali menyruput mochacinoku.

Waktu berlalu... dua setengah jam aku berada disana. Waktunya pulang ke kos.

Eh... perempuan itu masih ada di depan kursiku. Kini dengan sebuah buku ditanganya dan beberapa buku di sebelahnya.

"Mbak nggak pulang? saya duluan ya." sapa ku untuk sekedar menghormati. "Panggil Sa aja..." "Sa?"
"Namaku Sasa. Aku baru sembilan belas tahun kok." "Oh.. ya.. duluan ya sa." dia tersenyum ramah padaku.

Aneh sekali perempuan dengan nama Sa itu. Ku kira dia dua tahun lebih tua dariku. Bodo amat, toh senja, kiriman email dan mochacinoku sudah ku nikmati. Brgegas aku tinggalkan meja sudut kiri di kafe ini. Sejak tiga hari yang lalu aku selalu kesini dengan pesanan, tempat dan kegiatan yang sama.

Langkahku terhenti ketika akan meninggalkan tempat itu. Sudut depan bersebelahan dengan tulisan "KOPI HITAM" nama kafe ini, ada tiga buah foto berukuran besar. Namun aneh, atau mungkin aku tak mngerti fotografi? Ya.. Foto kedua mata. Perempuan berambut pendek dengan postur tinggi membawa busur panah di tangan kanan. Ah... foto apa ini... bahkan mukanya tak terlihat. Rambutnya terbawa angin menutup sebagian wajahnya, dari samping pula di ambil gambarnya. Dan yang lebih tidak mutu lagi adalah sebuah jari menyentuh kopi hitam.

"Baru dipasang ya mbak?" Tanyaku pada seorang pelayan yang ingin mengantar pesanan. "Oh... Foto itu dipasang sebelum kafe ini di buka untuk umum mbak." Aku hanya tersenyum, ya memang aku tidak pernah memperhatikan apa yang tak penting bagiku. Kemudian aku pulang.

Komentar