Mbak pelayan sepertinya sudah hafal pesananku. Mochacino. Hmm... hari ini aku hanya ingin menikmati matahari tenggelam di kursi ini.
Betapa kagetnya aku. Tempat faforitku ada yang menempati. Ah... sial. Lebih kaget lagi ketika ku tanyakan siapa pengguna kursi itu kepada mbak pelayan yang bernama dina itu.
***Untuk Nana***
Apa-apaan ini? Secarik kertas disamping secangkir kopi hitam. Ada pula sebuah kotak kado berwarna ungu. Kenapa ungu? Apa karena dia tahu aku pecinta ungu? Ah.. aneh-aneh saja...
Ku buka kotak itu. Isinya beberapa foto. Aneh. Siapa coba yang mengirim? Apa maksudnya?
Foto ini. Adalah foto ukuran 4R dari foto gadis berambut pendek memegang panah ditangan kanannya. Kurang kerjaan.
Aku kemudian melihat semua foto itu. Hmm... banyak sekali... ukuran 4R ini banyaknya sapai seperti buku novel. Kira-kira ada seretus lembar nggak ya??
Foto bunga. Daun kering. Pohon. Kursi. Ilalang. Gunting. Gelas kosong. Ayam. Sapi. Ulanr. Merak. Apaan sih? malah kebun binatang semua.
Kunci. Gelang. Tas. Pensil. Lukisan. Kursi. Piano. Eh... sepertinya aku sudah pernah melihat gelang ini. Ah.. bodoh amat.
Ku letakan tumpukan foto ini. Aku malas memikirkanya. Lebih memilih menganggurkan kopi hitam tanpa tuan ini dan menikmati mochacino sambil menyaksikan matahari tenggelam.
Aku tarik nafas panjang. Ku lihat sepasang kekasih di meja sebelah. Sang pria membawakan hadiah. Aku sedikit terkesan. Hey. Pada umumnya bunga mawar merah atau coklat atau perhiasan. Kenapa semangkuk air dan bunga teratai putih?
Dasar aneh. Si gadis tersenyum senyum pula. Ku minum mochacinoku tak sengaja menyenggol tumpukan foto tadi. Aku hanya melirik dan bermaksud menaruhnya kembali kedalam kotak. Ku lihat seorang gadis yang tak asih. Ini dia, gadis berambut pendek itu. Kubetulkan kacamataku.
"ini...."
"itu kak nana.."
Aku terkaget. Kini aku sudah hafal. Itu suara Sasa.
"Kamu yang membuat kekacauan ini?"
"Kak Na kenapa?"
Nada itu? panggilan itu tak asing. Aku kembali merasakan rasa sakit dikepalaku. Ini untuk pertama kalinya selama enam bulan terakhir. Terapi setengah tahun yang lalu membuatku hidup baik.
Aku abrik-abrik meja itu. Kopi hitam dan gelas mochacinoku berantakan. jatuh ke lantai. foto-foto berhamburan. Aku berteriak. SEpertinya para pelayan lari menuju kami berdua. Sa mengangkat tanganya keatas dan pelayan berhenti di tempat masing masing. Aku berjalan cepat keluar cafe itu.
Betapa kagetnya aku. Tempat faforitku ada yang menempati. Ah... sial. Lebih kaget lagi ketika ku tanyakan siapa pengguna kursi itu kepada mbak pelayan yang bernama dina itu.
***Untuk Nana***
Apa-apaan ini? Secarik kertas disamping secangkir kopi hitam. Ada pula sebuah kotak kado berwarna ungu. Kenapa ungu? Apa karena dia tahu aku pecinta ungu? Ah.. aneh-aneh saja...
Ku buka kotak itu. Isinya beberapa foto. Aneh. Siapa coba yang mengirim? Apa maksudnya?
Foto ini. Adalah foto ukuran 4R dari foto gadis berambut pendek memegang panah ditangan kanannya. Kurang kerjaan.
Aku kemudian melihat semua foto itu. Hmm... banyak sekali... ukuran 4R ini banyaknya sapai seperti buku novel. Kira-kira ada seretus lembar nggak ya??
Foto bunga. Daun kering. Pohon. Kursi. Ilalang. Gunting. Gelas kosong. Ayam. Sapi. Ulanr. Merak. Apaan sih? malah kebun binatang semua.
Kunci. Gelang. Tas. Pensil. Lukisan. Kursi. Piano. Eh... sepertinya aku sudah pernah melihat gelang ini. Ah.. bodoh amat.
Ku letakan tumpukan foto ini. Aku malas memikirkanya. Lebih memilih menganggurkan kopi hitam tanpa tuan ini dan menikmati mochacino sambil menyaksikan matahari tenggelam.
Aku tarik nafas panjang. Ku lihat sepasang kekasih di meja sebelah. Sang pria membawakan hadiah. Aku sedikit terkesan. Hey. Pada umumnya bunga mawar merah atau coklat atau perhiasan. Kenapa semangkuk air dan bunga teratai putih?
Dasar aneh. Si gadis tersenyum senyum pula. Ku minum mochacinoku tak sengaja menyenggol tumpukan foto tadi. Aku hanya melirik dan bermaksud menaruhnya kembali kedalam kotak. Ku lihat seorang gadis yang tak asih. Ini dia, gadis berambut pendek itu. Kubetulkan kacamataku.
"ini...."
"itu kak nana.."
Aku terkaget. Kini aku sudah hafal. Itu suara Sasa.
"Kamu yang membuat kekacauan ini?"
"Kak Na kenapa?"
Nada itu? panggilan itu tak asing. Aku kembali merasakan rasa sakit dikepalaku. Ini untuk pertama kalinya selama enam bulan terakhir. Terapi setengah tahun yang lalu membuatku hidup baik.
Aku abrik-abrik meja itu. Kopi hitam dan gelas mochacinoku berantakan. jatuh ke lantai. foto-foto berhamburan. Aku berteriak. SEpertinya para pelayan lari menuju kami berdua. Sa mengangkat tanganya keatas dan pelayan berhenti di tempat masing masing. Aku berjalan cepat keluar cafe itu.
Komentar
Posting Komentar