KOPI HITAM 4#


Kamar ini semakin panas. Mungkin lebih baik aku mandi lalu mencari udara segar. Purpel house.
Sudah hampir delapan bulan aku  tidak kesana, ya... semenjak aku menjalani terapi dan masuk meja perkuliahan. Ah... kepalaku masih pusing saja. Ku tenggak beberapa butil pil kemudian ganti baju.

Ku buka pintu taksi. Melangkah kaki kananku. Berjalan menyusuri rimbun pohon yang berdiri kokoh. Rumah bercat ungu itu terlihat tetap bersih meski hanya seminggu sekali mbok Jejen membersihkanya.

"Mbak Na..."
 Aku menengok. Mbok Jejen sengaja aku ajak untuk menemaniku.

Menyusuri setiap sudut ruangan. Aku berharap menemukan sesuatu yang bisa menjawab beberapa foto di kafe "Kopi Hitam" itu. Mata dan otak terus merekam berbagai hal di rumah itu.
Kudapati sebuah gelang perak dengan disain simple elegan. Sebuah boneka bear warna coklat berkostum dokter bersandar penuh wibawa di samping foto, Ah... ini foto ukuran 3R. Foto yang sama seperti yang di pajang di kafe. Ada apa ini? 
Aku terus menyusuri ruang tengah. Ini adalah vila milik keluargaku. Namun, aku belum juga bisa mengingat tentang kehidupanku ketika itu. Aku terhenti ketika aku melihat perempuan berambut pendek dengan pakaian khas dokter dan seorang pria muda di sampingnya. 

"itu..."
"Itu mbak Na..." Mbok Jejen menjawab. "Mbak Na belum ingat?"
"Kepalaku pusing mbok. Tolong antar aku pulang ke kost.""
"Nggak ke rumah aja mbak?"
"Aku tidak ingin bertemu orang tuaku."

Mbok jejen tersenyum...
Aku naik tangga. Entah... ini melelahkan... kakiku ingin naik ke lantai atas...
Tercengang aku mendapati banyak foto di ruangan ini. Ruang luas lantai dua ini begitu membuat kepalaku semakin pusing. Satu titik yang membuatku terpaku. Sebuah gambar berukuran besar yang menjadi wallpaper salah satu sisi tembok. Animasi seseorang perempuan berambut pendek dengan busur panah. Aku berlari menuruni tangga dan kemudian pulang meninggalkan mbok jejen yang berteriak memanggil namaku.

Komentar