KOPI HITAM 5#

Sepertinya aku memang telah kecanduan Mochacino di kafe Kopi Hitam sebrang kostku. Ah... benar-benar manjur racikan mbak dina. Kakiku melangkah kesana. Jam sembilan malam. Aku duduk ditempat biasa. Tak lama mbak dina mengantar pesanan.


"Bisa temani sebentar?"
Mbak dina tersenyum lalu duduk.
"Ceritakan tentang kafe ini?"
"Mbak yakin?" "Tenang aku nggak akan seperti dua hari yang lalu."
"Memang kenapa mbak tanya tentang kafe ini?"
"Sepertinya kau tahu banyak tentang foto itu."
"Aku baru setahun kerja disini. Satu bulan tepat setelah kafe ini dibuka untu umum."
"memang tadinya?"

"Tadinya kafe ini hanya tempat nongkrong kami bertiga." Sasa datang dengan kursi rodanya. Diletakanya sebuah bingkai foto.

"Ini aku, Lani dan Fino."
"Mbak Na pasti belum pernah melihat Lani. tapi Mbak Na pasti pernah melihatku."

Aku terdiam.
"Lani adalah sahabatku. Sahabat Fino juga."
Aku masih terdiam. "Ini adalah tempat kenanangan kami."

"Fino bercerita banyak tentangmu mbak."
Sasa memberi kode tangan. Aku memperhatikan gerakanya tanpa tahu apa maksudnya. Mbak dina mengangguk, ia beranjak kemudian naik ke lantai dua. Itu tertutup untuk umum.kini aku mulai penasaran apa yang ada di lantai dua. Ini pertama kalinya setelah bertahun-tahun hidupku mati.

Tak lama Mbak Dina turun. Ia membawa kotak berwarna merah dengan sampul bergambar lambang club sepak bola kesayangan Fino. Manchester United. Ah... anak ini.

"Ini kotak milik Fino."
Aku membukanya perlahan. Aku melihat banyak fotoku. Sebelum aku memanjangkan rambutku. Aku melihat foto kami sekeluarga. Aku melihat kenangan kami ketika berkunjung di Old Trafford.Itu adalah kenangan terakhir kami sebelum ia berbaring sepanjang hari dan tersemat jarum infus di tangan kirinya.

"Kalau saja kamu tak memohon pada ayah. Tak mungkin Fino bisa kesana bersamamu."
Aku hanya mengangguk sembari mengusap air mataku. Ah... kaca mata ni sangat mengganggu.

Ya.. aku ingat.. hari harinya di atas ursi roda selama hampir setengah tahun. Kamera itulah temanya. Kamera untuk mengambil banyak gambar.

"Mbak Na sudah ingat foto itu?"
"Ya..."

Aku menemukan selembar kertas.

Mbak Na...
Ketika kau menemukan kotak ini, aku tahu bahwa aku tak lagi ada disampingmu. Namun, percayalah.. kenangan bersamamu adalah kenagan terindah sepanjang hidupku. Lebih indah dari sesosok kekasih. Bahkan kau lebih indah dan lebih ku hormati dari kedua orang tuaku. Meskipun kita tak sedarah. Meski aku tak tahu apa yang keu pikirkan tentangku. Aku selalu menyayangimu. Hiduplah dengan baik. Kembalilah menjadi dokter hebat. Mereka membutuhkanmu.

Naiklah ke lantai dua kafe "KOPI HITAM"..
Terimakasih sudah memanah untuk aku...

Yang selalu merindukan senyum dan semangatmu..
Adik tirimu FINO...

Aku beranjak dan menaiki anak tangga menuju lantai dua.

Komentar